Sejarah Desa

Sejarah Desa

Suatu ketika datang sekelompok orang dari daerah kerajaan Bolaang Mongondow yang lari dari daerahnya karena tak mau membayar pajak pada Belanda dan menetap disebuah gunung, pencarian mereka yang utama adalah mencari/menangkap burung, caranya dengan mengoleskan getah pada dahan kayu, apabila ada burung yang bertengger pada dahan tersebut tidak dapat terbang lagi, dan dapat ditangkap dengan mudah.
Pada tahun 1870 datang orang asing dengan maksud membuka perusahaan tambang emas, Perusahaan ini bernama MEIN BOU dan dipimpin oleh 2 orang yaitu KILIK yang berasal dari Inggris dan BAKER dari Belanda. Orang asing ini masuk hutan dan bertemu dengan para pencari/penangkap burung. Orang asing menanyakan tentang pekerjaan yang mereka lakukan, para penangkap burung ini menjawab dengan kata “MONONOTOK” yang artinya menangkap  burung dengan cara memakai getah, serta lokasi tersebut untuk mempermudah pengucapan disebut “TOTOK”. (B.A Munaiseche).


Pada versi lain menyebutkan Kegiatan tambang emas di daerah ini telah dimulai pada tahun 1850-an, tercantum pada peta British daerah Sulawesi, disebut Sebagai tambang emas Gn.Tottik. Pada laporan yang disusun pada jaman Belanda oleh Mesdag 1914 tercatat bahwa penambangan emas telah dilakukan di Hais oleh penduduk yang berasal dari sekitar Bolaang Mongondow Garwin,1994). Ketika Belanda menemukan daerah tambang tersebut sekitar 1898, telah didapati lorong bawah tanah yang sempit dan panjang, yang dikembangkan dengan teknik peledakan. Belanda membangun 20 mesin penumbuk bijih pada tahun 1900 di dekat pantai, dengan sarana pengangkutan menggunakan lori. Mesin penumbuk tersebut telah ditambah menjadi 60 penumbuk bijih pada tahun 1910. Yang kerap disebut sebagai Maskapai belandaTercatat total produksi 5.060 kg emas (Van der Ploeg, 1945,dalam Garwin, 1994) yang ditambang di antara tahun 1900 dan 1921 dari sebagian besar endapan eluvial.

Sebelumnya banyak masyarakat yang melakukan kegiatan pertambangan disekitar gunung dan pinggiran sungai. Dengan Kedatangan perusahaan “Maskapai belanda” tersebut terjadi perubahan sistem dari pemilik tambang menjadi pekerja, dengan berakhirnya pertambangan tersebut banyak masyarakat yang bepindah pemukiman dari kawasan pegunungan sekitar tambang menuju kedaerah pantai yang lebih rendah. Dengan perpindahan masyarakat tersebut memunculkan desa yang kemudian disebut RATATOTOK, yang artinya RATA berarti datar/landai, TOTOK artinya daerah sekitar mereka melakukan pertambangan.

Pada awal tahun 1900-an, awal mula wilayah Desa Ratatotok Timur adalah kawasan pesisir dengan kombinasi Rawa (Air Payau) yang dibawah kendali pemerintah Hindia Belanda. Menurut sejarah Orang yang pertama kali menginjakkan kaki di sini adalah Bapak Abdul Samat Mamu (A.S Mamu) yang lahir pada tahun 1899 yang sekaligus menjadi Perwakilan dari kampung dan beberapa Orang yang berpengaruh distruktur pemerintahan disekitar desa pada waktu itu diantaranya Bpk. J.A Pitoy, Frans Porayow, A.S Mamu, A.R Alowon, Biga Sitti, Nune Anuti, Abbasi Ibrahim, Karim Hussa dan Hasan Paputungan.

Mayoritas masyarakat pada waktu itu berprofesi sebagai nelayan, perkebunan kelapa serta mayoritas beragama Islam. Ada juga yang bekerja pada perusahaan tambang emas di daerah lobongan yang lazim disebut sebagai Maskapai Belanda yang berdiri sejak tahun 1885 (benda peninggalan Maskapai belanda berupa mesin giling batu yang berada dipantai lakban). Dan bahkan ada yang menyebut kampung ini sebagai tanah buangan sisa hasil pengolahan emas pada zaman belanda. Tahun 1932 berdiri Perserikatan Muhammadiyah yang ditandai dengan kedatangan Bapak Raden Aridi Gobel (R.A Gobel) dari gorontalo dan pendirian sekolah muhammadiyah. Kedatangan bapak Raden Ariji Gobel Atas permintaan bapak A.S Mamu & Frans Porajow dengan niat untuk mendidik warga kampung dalam hal ilmu pengetahuan dan agama.